Statistika, Batu Loncatanku menuju
Kesuksesan
Saat
ini Indonesia telah memiliki ratusan perguruan tinggi, baik negeri maupun
swasta. Semuanya tersebar di wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Ada
yang dinamakan Universitas, Institut, Politeknik, dan masih banyak lagi. Disana
terdapat berbagai jurusan yang memiliki tantangan dan rintangan. Tapi tak hanya
itu, mereka juga memiliki prospek kerja yang cukup menjanjikan. Layaknya
jurusan Hubungan Internasional yang menjadikan mahasiswanya sebagai Duta Besar
di negara manapun yang mereka inginkan. Atau seperti jurusan Kedokteran yang
dapat membuat anak manusia bisa menyelamatkan nyawa orang lain.
Namun,
keberhasilan itu tergantung pada bagaimana kita mengusahakannya. Karena tak
seluruh mahasiswa kedokteran bisa menjadi dokter. Serta tidak semua orang yang
kuliah dalam program studi Hubungan Internasional dapat bekerja sebagai Duta
Besar. Untuk itu, kita harus cermat memilih jurusan. Apapun yang akan diambil hendaklah sesuai
dengan bakat atau minat yang kita miliki. Tidak saja bermodal pandangan
mengenai pekerjaan yang layak, tapi haruslah memperhatikan diri sendiri. Apakah
kita memang menginginkan jurusan itu atau malah sebaliknya. Semua itu kembali pada
diri masing-masing. Makin baik keputusan yang telah dibuat, makin luas pula
kesempatan yang akan kita dapatkan dimasa depan.
Keputusan
itulah yang membuat saya bertemu dengan Fakultas Sains dan Matematika ini,
khususnya dalam program studi Statistika. Hal ini berawal dari minat yang
terlalu menyukai mata pelajaran berisi hitungan. Serta bakat yang tak mendukung
saya dalam dunia hafalan. Hingga akhirnya, saya memberanikan diri untuk
memutuskan bahwa aku akan jadi mahasiswa statistika.
Statistika
adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang manjemen data. Itu adalah defenisi
yang saya dapatkan ketika duduk di bangku SMA. Bahkan saat itu, saya belum
mengetahui bahwa di perguruan tinggi terdapat jurusan tersebut. Saya hanya tahu
bahwa statistika adalah bagian dari matematika. Sayangnya, statistika adalah
bab tersulit yang saya lalui ketika kelas 2 SMA.
Sejak
kecil, tidak pernah terfikir bahwa saya akan jadi mahasiswa di Fakultas Sains
dan Matematika. Karena kedokteran lebih membuatku tertarik. Pakaian serba putih
yang menjadi ciri khasnya membuat kedokteran semakin indah untuk ditekuni.
Setelah
belajar di bangku SMP, biologi menyudutkan keinginan saya untuk berusaha
menjadi seorang dokter. Bab demi bab yang saya lalui, begitu sulit untuk
dimengerti. Malah matematika mengundang ketertarikan yang lebih dalam.
Masa
SMA datang. Mata pelajaran hitungan khususnya matematika masih saya senangi. Ketika
menginjak kelas 1 SMA, saya sudah mulai berfikir jurusan apa yang akan ku ambil
ketika kuliah nanti. Kedokteran takkan mungkin lagi. Sudah terlalu sulit untuk
meraihnya. Lalu, matematika terlintas disana. Saya mencari tahu lapangan
pekerjaan yang tersedia untuk itu. Namun, tak satupun yang sesuai dengan
harapan. Hanya dosen yang memungkinkan untukku. Tapi, kalau hanya ingin menjadi
dosen, sepertinya kita bisa mengambil jurusan apa saja. Tak perlu berkiprah
dalam dunia matematika. Hal tersebut membuat keinginan untuk menjadi mahasiswa
matematika mulai surut.
Lalu,
kedua orang tuaku datang untuk memberi sugesti masa depan. Mereka berharap
anaknya bisa menjadi seorang apoteker di sebuah rumah sakit. Sebab, ibuku
adalah seorang staf rumah sakit. Sepertinya beliau ingin bekerja sama dengan
anaknya, pikirku. Menurutnya, farmasi adalah jalan terbaik untukku menuju
kesuksesan. Tapi aku tak yakin. Karena apoteker tak pernah masuk dalam daftar
impian saya. Dan juga tak pernah terlintas dalam mimpiku.
Sempat
aku berfikir kalau IPA sepertinya tak akan bisa memberi harapan untukku. Dunia
alam sulit untuk dikuasai dan didalami. Sayapun mulai melirik jurusan untuk
program IPS. Ketika daftar jurusan berada di tanganku, Hubungan Internasional terlihat menyenangkan
dimataku. Apalagi didukung dengan harapan bisa menginjakkan kaki keluar negeri.
Program studi ini semakin menarik hati. Ku coba terus mendalaminya. Berharap
disinilah impianku.
Bermodal
informasi dari teman-teman, saya mengetahui sedikit demi sedikit tentang apa
itu Hubungan Internasional. Sesuai dengan namanya, jurusan ini berhubungan
dengan dunia internasional. Luar negeri, kedutaan, diplomat dan bahasa inggris.
Itulah beberapa kata kunci yang aku dapatkan. Mendengar kata diplomat, saya
masih tertarik. Tapi setelah diiringi dengan bahasa Inggris, saya kembali tak
bersemangat. Bahasa asing bukanlah keahlianku. Dan untuk kesekian kalinya, saya
gagal menemukan jalan yang bisa membawaku tebang ke pulau impian.
Sampai
pada akhirnya, ketika saya berada dijenjang terakhir pendidikan SMA, ada
seorang guru yang memperkenalkan sebuah jurusan. Yaitu program studi statistika.
Hatiku kembali tergugah untuk mengenalnya lebih jauh. Sekalipun ada kata sulit terbesit di
pikiranku. Tetap kucoba untuk mencari tahu apa dan bagaimana kelebihan statistika.
Hasilnya, nihil. Aku tak menemukan satupun yang mampu mendukung ataupun
menjatuhkan argumen untuk memilihnya sebagai jembatanku menuju masa depan.
Butuh
waktu lama untuk meyakinkan diri bahwa statistika adalah jurusan yang akan
menjadi takdirku. Keraguan yang muncul dari kedua orang tua membuat keputusan
itu sedikit goyah. Namun saat itu, saya belum menemukan penggantinya. Di tengah
kebimbangan untuk memantapkan sebuah keputusan, guruku kembali datang untuk
memberi kemantapan. Melalui penjelasan yang menjadikannya semakin asyik dan dengan
prospek kerja yang membuat ku benar-benar tertarik. Alhasil, aku mengambilnya.
Setelah
diterima di jurusan statistik tersebut, saya merasa sangat bangga. Karena belum
ada lulusan S1 statistik di daerahku. Pikirku saat itu adalah pilihan ini
tepat. Apalagi jurusan statistik belumlah terdapat diseluruh universitas negeri
ini. Menurutku, peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak masih banyak. Sekalipun
saya belum tahu pasti seperti apa tantangan dan rintangan yang ada di depan.
Ketika
kakiku menginjak Fakultas Sains dan Matematika, tantangan itu terlupakan.
Apapun keraguan yang muncul sebelum saya memilih keputusan ini tak lagi datang.
Fakultas lain juga tak membuatku malu menyandang gelar sebagai mahasiswa FSM. Karena
aku rasa jiwaku berada disini. Selain karena dukungan dari orang tua sudah
semakin mantap, aku memang nyaman berada disana. Pertemuan dengan teman satu
fakultas, sejurusan serta kakak senior terasa menyenangkan.
Program Penerimaan
Mahasiswa Baru berlangsung. Disini kami sebagai mahasiswa baru disajikan
materi-materi yang dibutuhkan untuk masuk ke jenjang universitas seutuhnya. Di
sela-sela penyampaian materi tersebut, keungguluan statistik kembali diungkit.
Mulai dari keunikan-keunikannya hingga prospek kerja nantinya. Saat itu lah
baru aku sadar, kalau impian saya benar-benar berada disini. Dan keyakinan ku
bertambah, statistika adalah takdirku. Ini jualah yang akan membawaku menuju kesuksesan yang sejak kecil
mbk, boleh tanya ? mbknya statistika diuniv mana ya? soalnya aku juga minat di statistik :)
BalasHapus